Slow jurnalism – Kaos Berita Pertama dari Lombok

KAOS BERITA PERTAMA DARI LOMBOK

Ketika Kekuasaan Korup, Puisi Menjernihkan

Apahjagah, Lombok Timur–2024 masih setahun lebih sebulan delapan belas hari lagi, tetapi partai-partai telah memulai ritual politik untuk menyambutnya melalui pembentukan bapilu (badan pemenangan pemilu) di masing-masing partai politik. Beberapa malah telah mendeklarasikan capresnya dan mulai bergerak untuk menguasai panggung wacana demi memenangkan tujuan.
Seperti biasa, ritual itu akan makin panas dan makin panas nantinya, dan akan menguras energi masyarakat untuk sesuatu yang belum tentu bermanfaat bagi perbaikan hidup. Segala cara akan dihalalkan demi tujuan, kebohongan disimsalabim menjadi seolah asli, keburukan diabrakadabra menjadi seolah kebaikan. Mereka bilang,begitulah politik. Maka orang yang banyak dosa tau-tau ditampilkan suci, mantan birokrat yang gagal tiba-tiba jadi tampak mentereng. Budaya massa akan mendapat wujudnya yang paling spektakuler karena semua orang terseret ke dalam arus itu. Semua itu dilakukan dengan kekuatan uang dan pengendalian bahasa melalui media-media publik.
Bagaimana puisi mempertahankan diri dalam gelombang massif kepalsuan bahasa dari proses politik itu? Merupakan pertanyaan yang patut. Mampukah puisi membela ketangguhan dan kemurniannya selaku inti bahasa manusia? Apakah ungkapan terkenal “Ketika kekuasaan korup, puisi menjernihkan” dari penyair Robert Frost yang dikutip John F.Kennedy masih relevan untuk diuji dalam realitas politik kita yang sedang melaju ke panas  pesta demokrasi 2024?

Realitas ini mendorong sekumpulan anak muda dan penyair Lombok memikirkan kembali tempat puisi di dalam arus massa yang kuat. Untuk itu mereka mendeklarisakan sebuah forum diskusi puisi yang berkonsentrasi pada hubungan puisi dan realitas bernama ‘Wirid Simsalabim’.

Category
Share This Items :
Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia there live the blind texts.